Rabu, 12 November 2008

KONSEP BENTUK USAHA TETAP

Tulisan ini diambil dari Kapita Selekta

Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau Permanent Establishment adalah kriteria bagi negara sumber untuk dapat mengenakan pajak atas penghasilan dari business profit yang diterima atau dijalankan oleh Wajib Pajak Luar Negeri. Konsep BUT dalam model persetujuan penghindaran pajak berganda dimaksudkan untuk menentukan hak pemajakan negara sumber agar dapat mengenakan pajak atas laba usaha yang diterima atau diperoleh oleh Subjek Pajak dari negara lainnya. Badan Usaha Tetap merupakan hak mutlak agar negara sumber dapat memajaki business profit yang diperoleh negara tersebut. Tanpa keberadaan Badan Usaha Tetap, negara sumber tidak berhak memajaki business profit yang diperoleh oleh Wajib Pajak Luar Negeri dan hak pemajakan tetap berada di tangan negara resident.

Suatu Bentuk Usaha Tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (place of business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk juga mesin-mesin dan peralatan. Tempat usaha tersebut bersifat permanent dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.

Pengertian Bentuk Usaha Tetap mencakup pula orang pribadi atau badan selaku agen yang kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas nama orang pribadi atau badan yang tidak bertempat tinggal atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia tidak dapat dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila orang pribadi atau badan dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia menggunakan agen, broker atau perantara yang mempunyai kedudukan bebas, asalkan agen atau perantara tersebut dalam kenyataannya bertindak sepenuhnya dalam rangka menjalankan perusahaannya sendiri.

Perusahaan Asuransi yang didirikan dan bertempat kedudukan di luar Indonesia dianggap mempunyai Bentuk Usaha Tetap di Indonesia apabila perusahaan asuransi tersebut menerima pembayaran Premi Asuransi di Indonesia atau menanggung risiko di Indonesia melalui pegawai, perwakilan atau agennya di Indonesia. Menanggung risiko di Indonesia tidak berarti bahwa peristiwa yang mengakibatkan risiko tersebut terjadi di Indonesia. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pihak tertanggung bertempat tinggal, berada atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Menurut Undang-Undang Perpajakan Indonesia, bentuk usaha yang dipergunakan oleh Subjek Pajak Luar Negeri untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, dapat dikatakan sebagai BUT yang dapat berupa:
1. tempat kedudukan manajemen;
2. cabang perusahaan;
3. kantor perwakilan;
4. gedung kantor;
5. pabrik;
6. bengkel;
7. pertambangan dan penggalian sumber alam; wilayah kerja pengeboran yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan;
8. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
9. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
10. pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
11. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
12. agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia.

PENGGOLONGAN SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI DAN LUAR NEGERI

Subjek Pajak merupakan Subjek Hukum yang oleh Undang-undang pajak diberi kewajiban perpajakan. Subjek Pajak ( orang pribadi dan badan) dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu resident atau Subjek Pajak Dalam Negeri dan nonresident atau Subjek Pajak Luar Negeri. Resident diartikan sebagai orang dan badan yang dapat dikenakan pajak di Negara tersebut kedudukan manajemen, tempat pendirian, atau criteria lainnya yang sifatnya serupa. Sedangkan pengertian nonresident adalah orang dan badan yang tidak mempunyai hubungan yang erat dengan suatu negara untuk dikenakan pajak atas seluruh penghasilannya (worldwide income). Dengan demikian, orang dan badan tersebut hanya dikenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di negara tersebut. Dari pengertian tersebut disimpulkan bahwa maksud dari penggolongan Subjek Pajak menjadi Sumber Pajak Dalam Negeri dan Luar Negeri adalah untuk membedakan basis pengenaan pajak dari masing – masing golongan Subjek Pajak tersebut. Subjek Pajak Dalam Negeri dikenakan pajak atas seluruh penghasilannya baik yang berasal dari dalam negeri dan luar negeri (worldwide income basis), sedangkan Subjek Pajak Luar Negeri dikenakan pajak atas penghasilannya yang bersumber di negara sumber (source income basis).
SUBJEK PAJAK BERDASARKAN UU PPh

Dalam Undang – undang Penghasilan Nomor 17 Tahun 2000, rumusan tentang Subjek Pajak diatur dalam Pasal 2 sebagai berikut ini:
Ayat (1):
4. a. orang pribadi
b. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak
5. badan
6. badan usaha tetap

Ayat (2):
Subjek Pajak terdiri atas Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri

Ayat (3):
Yang dimaksud dengan Subjek Pajak Dalam Negeri adalah:
3. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia
4. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia
5. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak

Ayat (4):
Yang dimaksud dengan Subjek Pajak Luar Negeri adalah:
a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia
b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia

Ayat (5):
Yang dimaksud Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 ( seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 bulan atau badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

KERANCUAN – KERANCUAN DALAM PERUMUSAN BUT
Kerancuan Pertama
Dalam Pasal 2 UU PPh maupun penjelasannya tidak memberikan pengertian apa yang dimaksud dengan “badan.” Pengertian badan diberikan dalam Pasal 1 angka ke-3 UU KUP Nomor 28 Tahun 2007. Dalam Pasal 1 angka ke-3 tersebut BUT dimasukkan ke dalam pengertian badan. Apabila Pasal 2 (1) UU PPh dan Pasal 1 angka ke-3 UU KUP disandingkan maka akan tampak kerancuan sebagai berikut:
Tabel 1
Pasal 2 ayat (1) UU PPh Pasal 1 angka ke-3 UU KUP
1. a. orang pribadi
b.warisan yang belum terbagisebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak
2. badan
3. badan usaha tetap Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan badan usaha tetap.


Jelas tampak kerancuan dalam perumusan BUT seperti tersebut di atas, di mana dalam UU PPh BUT merupakan Subjek Pajak yang berdiri sendiri dan terpisah dari orang pribadi dan badan. Sedangkan dalam UU KUP, BUT merupakan bagian dari badan. Selain itu, seperti yang telah dijelaskan dalam butir 2 di atas bahwa BUT hanya merupakan suatu kriteria yang harus dipenuhi oleh negara sumber untuk dapat memajaki laba usaha dari negara perjanjian lainnya.
Kerancuan Kedua
Apabila rumusan Subjek Pajak dalam Pasal 2 ayat (1) UU PPh tersebut dikaitkan dengan pengertian Wajib Pajak yang ada dalam Pasal 1 angka ke-2 UU KUP, maka akan tampak kerancuan sebagai berikut:
Tabel 2
Pasal 2 ayat (1) UU PPh Pasal 1 angka ke-2 UU KUP
Yang menjadi Subjek Pajak adalah:
1. a.orang pribadi
b.warisan yang belum terbagisebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak
2. badan
3. badan usaha tetap Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, ......

Dari tabel diatas, tampak bahwa dalam Pasal 1 angka-2 UU KUP Wajib Pajak hanya dibedakan menjadi dua yaitu orang pribadi dan badan. Akan tetapi dalam Pasal 2 ayat (1) UU PPh ditambahkan satu Subjek Pajak lagi yang terpisah dari orang pribadi dan badan yaitu BUT. Padahal BUT tersebut menurut Pasal 1 angka ke-2 UU KUP merupakan bagian dari badan.
Kerancuan Ketiga
Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU PPh dinyatakan bahwa perbedaan antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya antara lain seperti tampak dalam tabel 3 berikut ini:
Tabel 3
Wajib Pajak Dalam Negeri Wajib Pajak Luar Negeri
1. Dikenakan pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan luar Indonesia
2. Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum
3. Wajib menyampaikan SPT sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak 1. Dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia
2. Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif dengan tarif sepadan
3. Tidak wajib menyampaikan SPT, karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final
Lebih lanjut dinyatakan dalam penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU PPh adalah sebagai berikut:
”Bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini dan UU KUP”
Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (2) seperti tampak diatas ”membingungkan.” Rumusan tersebut akan menimbulkan kesan bahwa BUT dikenakan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan luar Indonesia seperti tampak dalam Tabel 3 kolom 1 butir 1. Kesan ini terjadi karena dalam penjelasan tersebut merumuskan basis pemajakan penghasilan dari Wajib Pajak dalam negeri. Padahal BUT merupakan Subjek Pajak luar negeri sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 2 ayat (4) dan (5) UU PPh dan dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang bersumber di Indonesia.

KESIMPULAN
Perlakuan terhadap Badan Usaha Tetap sebagai Subjek Pajak Luar Negeri dalam UU KUP dan UU Penghasilan menimbulkan kerancuan. Mengenai Subjek Pajaknya, Badan Usaha Tetap seharusnya dimasukkan dalam pengertian badan sebagai Subjek Pajak yang tidak berdiri sendiri. Karena pada dasarnya Badan Usaha Tetap itu adalah sarana yang digunakan oleh Subjek Pajak orang pribadi dan badan yang berstatus sebagai Subjek Pajak Luar Negeri. dan Badan Usaha Tetap tersebut merupakan kriteria yang digunakan oleh Indonesia agar dapat mengenakan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Subjek Pajak Luar Negeri baik orang pribadi maupun badan.
Bagi Wajib Pajak luar negeri tidak mempunyai kewajiban perpajakan untuk menyampaikan SPT sedangkan bagi Wajib Pajak dalam negeri mempunyai kewajiban perpajakan untuk menyampaikan SPT. Tetapi kewajiban ini dikecualikan untuk BUT. BUT sebagai Wajib Pajak luar negeri mempunyai kewajiban perpajakan yang dipersamakan dengan Wajib Pajak dalam negeri untuk menyampaikan SPT.
Sebagai Wajib Pajak dalam negeri, Wajib Pajak dikenakan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya baik dari dalam dan luar negeri (world wide income). Tetapi untuk BUT, sebagai Wajib Pajak luar negeri walaupun kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan Wajib Pajak dalam negeri, hanya dikenakan pajak atas penghasilannya yang diperoleh dan diterima yang bersumber di Indonesia saja.

Tidak ada komentar: