Selasa, 10 Februari 2009

BPHTP

Saat dan Tempat BPHTB Terutang

Saat terutang dan pelunasan BPHTB untuk:
[a]. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta, yaitu tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta pemindahan hak di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris;

[b]. tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

[c]. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

[d]. waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan;

[e]. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

[f]. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

[g]. lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang, yaitu tanggal ditandatanganinya Risalah Lelang oleh Kepala Kantor Lelang Negara atau kantor lelang lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang memuat antara lain nama pemenang lelang.

[h]. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap;

[i]. hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan;

[j]. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;

[k]. pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;

[l]. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

[m]. peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

[n]. pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya akta;

[o]. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta.


Dimana tempat BPHTB terutang?
Tempat BPHTB terutang adalah wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi yang meliputi letak tanah dan atau bangunan.

BPHTB yang terutang dibayar ke kas negara melalui Bank/Kantor Pos Persepsi BPHTB, yaitu Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan menggunakan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SSB).

Hasil penerimaan BPHTB dibagi dengan perimbangan sebagai berikut :
- 20% (duapuluh persen) untuk pemerintah pusat yang selanjutnya dikembalikan lagi secara merata ke setiap kabupaten/kota;
- 16% (enambelas persen) untuk propinsi;
- 64% (enampuluh empat persen) untuk kabupaten/kota.

[Sumber : Buku Informasi Perpajakan]



Menghitung BPHTB

Sesuai dengan Pasal 5 UU BPHTB, tari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan merupakan tarif tunggal sebesar 5%. Penentuan tarif tunggal ini dimaksudkan untuk kesederhanaan dan kemudahan penghitungan.

Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), yaitu
[a]. jual beli adalah harga transaksi;

[b]. tukar-menukar adalah nilai pasar;

[c]. hibah adalah nilai pasar;

[d]. hibah wasiat adalah nilai pasar;

[e]. waris adalah nilai pasar;

[f]. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar;

[g]. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar;

[h]. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar;

[i]. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar;

[j]. pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar;

[k]. penggabungan usaha adalah nilai pasar;

[l]. peleburan usaha adalah nilai pasar;

[m]. pemekaran usaha adalah nilai pasar;

[n]. hadiah adalah nilai pasar;

[o]. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam Risalah Lelang.

Dalam hal NPOP tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) PBB pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan BPHTB yang dipakai adalah NJOP PBB. Yang dimaksud dengan harga transaksi adalah harga yang terjadi dan telah disepakati oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Dalam hal NJOP PBB pada tahun terjadinya perolehan belum ditetapkan, besarnya NJOP PBB ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Bagaimana cara menghitung BPHTB terutang ?
· BPHTB terutang = 5% x NPOP Kena Pajak;
· NPOP Kena Pajak = NPOP – NPOPTKP.

Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). NPOPTKP diberikan untuk setiap perolehan hak sebagai pengurang penghitungan BPHTB terutang.

NPOPTKP ditetapkan secara regional (setiap kabupaten/kota) paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah), kecuali dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima oleh orang pribadi dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, NPOPTKP regional paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah). Besarnya NPOPTKP ditetapkan oleh Kepala Kanwil DJP atas nama Menteri Keuangan untuk setiap kabupaten/kota dengan mempertimbangkan pendapat Pemda setempat. Ketentuan besarnya NPOPTKP diatur lebih lanjut dalam PP Nomor 113 Tahun 2000.

[Sumber : Buku Informasi Perpajakan]


Bukan objek BPHTB

[a]. objek pajak yang diperoleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;

[b]. objek pajak yang diperoleh Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum. Yaitu tanah dan atau bangunan yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan baik Pemerintah Pusat maupun oleh Pemerintah Daerah dan kegiatan yang semata-mata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, misalnya, tanah dan atau bangunan yang digunakan untuk instansi pemerintah, rumah sakit pemerintah, jalan umum;

[c]. objek pajak yang diperoleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut;

[d]. objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama. Yaitu perubahan hak dari hak lama menjadi hak baru menurut Undang-undang Pokok Agraria, termasuk pengakuan hak oleh Pemerintah;

[e]. objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena wakaf. Yaitu perbuatan hukum orang pribadi atau badan yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa hak milik tanah dan atau bangunan dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya tanpa imbalan apapun;

[f]. objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.

[Sumber : Buku Informasi Perpajakan]


Subjek dan Objek BPHTB

Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajiban membayar BPHTB menurut perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib Pajak.


Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan (disengaja) atau peristiwa hukum (otomatis / tidak disengaja) yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Contoh peristiwa hukum adalah warisan karena pemilik meninggal dunia.

Perolehan hak pada dasarnya ada dua : yaitu pemindahan hak dan perolehan hak baru. Pemindahan hak berarti sebelum memperoleh hak, hak atas tanah dan atau bangunan tersebut sebelumnya sudah ada di “orang” lain. Karena perbuatan atau peristiwa tertentu, haknya berpindah kepada subjek hukum A ke subjek hukum ke B. Sedangkan perolehan hak baru biasanya berasal dari tanah negara kemudian diperoleh subjek pajak. Atau konversi hak, contohnya, dari hak adat menjadi hak milik.

a. Pemindahan hak karena:
[a.1]. jual beli;

[a.2]. tukar-menukar;

[a.3]. hibah;

[a.4]. hibah wasiat, yaitu suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai pemberian hak atas tanah dan atau bangunan kepada orang pribadi atau badan hukum tertentu, yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia;

[a.5]. waris;

[a.6]. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, yaitu pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari orang pribadi atau badan kepada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya sebagai penyertaan modal pada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya tersebut;

[a.7]. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, yaitu pemindahan sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan kepada sesama pemegang hak bersama;

[a.8]. penunjukan pembeli dalam lelang, yaitu penetapan pemenang lelang oleh Pejabat Lelang sebagaimana yang tercantum dalam Risalah Lelang;

[a.9]. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, yaitu adanya peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai salah satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam putusan hakim tersebut;

[a.10]. penggabungan usaha, yaitu penggabungan dari dua badan usaha atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang menggabung;

[a.11]. peleburan usaha, yaitu penggabungan dari dua atau lebih badan usaha dengan cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-badan usaha yang bergabung tersebut;

[a.12]. pemekaran usaha, yaitu pemisahan suatu badan usaha menjadi dua
badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang lama;

[a.13]. hadiah, yaitu suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah
dan atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan hukum kepada penerima hadiah.

b. Pemberian hak baru karena:
[b.1]. kelanjutan pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atas tanah yang berasal dari pelepasan hak;

[b.2]. di luar pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atau dari pemegang hak milik menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hak atas tanah yang menjadi objek BPHTB adalah :
a. hak milik, yaitu hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang pribadi atau badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah;

b. hak guna usaha (HGU), yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu sebagaimana yang ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku;

c. hak guna bangunan (HGB), yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

d. hak pakai, yaitu hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

e. hak milik atas satuan rumah susun, yaitu hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah. Hak milik atas satuan rumah susun meliputi juga hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan.

f. hak pengelolaan, yaitu hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain, berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.

[Sumber : Buku Informasi Perpajakan]